-->

Veblen Si Anak Nakal

I
Thorstein Veblen (1857-1929), seorang amerika yang hidup dalam periode yang sama dengan Schmoller, Sombart, dan Weber menggunakan pendekatan yang hampir sama dalam ilmu ekonomi. Tetapi kesamaan pendekatan itu bukan karena ia dipengaruhi oleh pakar-pakar ekonomi itu. Ketika ia kemudian mengenal karya-karya mereka, sikapnya terhadap karya-karya itu sama kritisnya dengan sikapnya terhadap karya-karya kebanyakan para ekonom lainnya. Semangat yang terdapat dalam bukunya lebih menyerupai semangat seorang seniman yang kreatif daripada semangat seorang ilmuwan Jerman yang kelewat serius itu. Ia banyak membaca buku-buku sejarah, anthropologi, psikologi, dan ilmu politik.
Meskipun pengetahuannya yang luas itu memperkaya karya tulisnya namun segala pengetahuan itu tidak ditelan mentah-mentah saja. Kalaupun gaya penulisannya sering demikian sulit dan kata-kata atau istilah-istilah yang digunakannya sulit difahami, namun para pembaca dapat menangkap nada ironis di balik itu;ia hanya mau menunjukkan bahwa ia lebih mampu menggunakan bahasa ilmiah yang sulit dimengerti dibandingkan para sarjana di perguruan tinggi yang jlimet itu dan dengan cara demikian dapat menghancur-leburkan omong mereka yang besar tapi kosong itu. Dalam tiap buku yang ia tulis, topik yang dikemukakan dan diuraikan lahir dari imajinasi dan daya kretaivitasnya yang tinggi, dan biasanya tiap tema itu pada hakekatnya merupakan suatu komentar yang penuh dengan sindiran terhadap budaya masyarakat tempat ia hidup. Metode yang digunakannya ialah menguraikan tentang sejumlah lembaga masyarakat yang ada sedmikian obyektif seakan-akan ia seorang antropolog yang berasal dari suatu masyarakat yang peradabannya lebih tinggi yang sedang meninjau suatu daerah. Pendekatan yang demikian itu jauh lebih meyakinkan daripada hanya mengutarakan kritik yang tajam atau caci maki. Orang tidak perlu pikir keras-keras untuk memahami maksudnya Pendekatan yang demikian itu jauh lebih meyakinkan daripada hanya mengutarakan kritik yang tajam atau caci maki. Orang tidak perlu pikir keras-keras untuk memahami maksudnya. Walaupun demikian, kehati-hatiannya dalam merumuskan thesis-thesisnya membuktikan adanya perhatian yang mendalam dan bukan hanya sekedar ungkapan perasaan tidak senang terhadap keadaan yang ada; dalam menilai masyarakat yang ada ia menggunakan ukuran-ukuran yang sungguh-sungguh diyakininya.





Di kala masyarakat Amerika dikuasai oleh nafsu mencari uang, Veblen mengecam orang-orang kaya; bahkan itu dilakukan justru selagi ia bekerja di fakultas sebuah universitas yang di subsidi oleh John D. Rockefeller. Dalam suatu peradaban yang didominasi oleh dunia bisnis, ia menunjukkan sikap sangat tidak menghargai pekerjaan orang-orang bisnis. Para ekonom Amerika yang terkemuka menjabarkan teori-teori mereka dari aliran neoklasik di Inggris; tetapi Veblen mentertawakan teori-teori para koleganya di perguruan tinggi itu sebagai “dagelan ilmiah”. Sebagai seorang dosen, Veblen membenci kebodohan. Ia jarang memberi nilai di atas C dan sedapat mungkin tidak memberi kuliah untuk mahasiswa tingkat persiapan. Dalam kehidupan kampus, selama masa ratu Viktoria ia tampaknya tidak dapat menghindari skandal-skandal seks, kadangkala dengan para mahasiswi pengagumnya. (dalam hal ini ia minta di fahami karena ketidak-dewasaan isterinya). Meskipun sebagai dosen di universitas ia tergolong masyarakat kelas menengah, tetapi ia berjenggot a la Van Dyke dan biasanya berpakaian acak-acakan dengan topi kulit berbulu. Seperti kebanyakan anak-anak brandal, ia tidak disenangi atasannya; ia tidak betah dengan suatu pekerjaan dan tidak mau menduduki suatu jabatan meskipun itu ditawarkan kepadanya; ia memang tidak pernah menduduki jabatan yang tinggi. Tetapi juga seperti kebanyakan anak bandel, Veblen merupakan seorang pemikir orisinil dan penuh daya cipta. Ia tidak banyak dipengaruhi oleh para ekonom Eropa, seperti kebanyakan teman sejawatnya. Ia termasuk orang yang berdiri sendiri, tidak menganut salah satu aliran atau partai.


II
Tema utama dalam bukunya yang berjudul The theory og the Leisure Class (1899) adalah bahwa nilai-nilai sosial yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam sistem kapitalisme barat dengan segala perwujudan kemoderenannya, banyak kemiripannya dengan ciri-ciri masyarakat yang baidab. Ekonomi uang dan perjuangan untuk menumpuk kekayaan merupakan medan permainan baru tetapi watak para pelakunya sama. Ukuran kedudukan tinggi dalam kedua tipe kebudayaan itu ialah “bebas dari kerja kasar”. Para penguasa masyarakat yang belum beradab ialah para satria dan para rohaniwan; kedudukan itu diperoleh terutama karena perampokan dan bukan karena kerja keras yang produktif. Ketamakan kaum ningrat sama saja dari dulu hingga sekarang seperti kekejaman, mencari keuntungan sendiri, sukuisme, ketidak-jujuran, dan suka memaksa dan menipu. Kaum ningrat modern yang berkecimpung dalam kegiatan bisnis raksasa dan raja-raja uang memperlihatkan keserakahan yang sama, seperti halnya anak buah mereka, para bankir dan pengacara. Ciri yang menonjol di kalangan atas ialah bahwa kegiatan-kegiatan mereka itu sama sekali tidak berguna dipandang dari segi warga negara biasa. Lambang kesuksesan mereka adalah pemborosan uang secara besar-besaran yang hanya demi gengsi-gengsian, tidak untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang riil. Pakaian mewah yang tidak dapat dipakai untuk bekerja keras, isteri yang berhiaskan intan permata, santapan yang lezat atau pemilikan ilmu pengetahuan yang tidak berguna mencerminkan “foya-foya dan boros untuk pamer” dan “konsumsi untuk pamer” yang hanya membuat orang lain iri dan tergoda untuk menyaingi gaya hidupnya.
Dalam bukunya The theory of business enterprise (1904) ia menyindir para “juragan industri”. Pabrik yang menggunakan teknologi canggih merupakan cara yang efisien dalam memproduksi barang yang dibutuhkan masyarakat. Tetapi dunia “bisnis” tidak sama dengan industri; sebaliknya dunia bisnis merupakan suatu cara merebut kekuasaan atas suatu proses peroduksi industri sehingga dapat menguras uang banyak dari usaha tersebut. Mencari uang tidaklah sama dengan menciptakan barang; kedua proses itu sering bertolak belakang. Orang yang paling berhasil mencari uang sebanyak-banyaknya kerap kali adalah orang yang membatasi produksi, menghilangkan persaingan, menurunkan efisiensi dan memalsukan produk. Kadangkala ia tidak memperdagangkan barang sama sekali tetapi hanya memperdagangkan “kertas-kertas berharga” dan menyibukkan diri dengan spekulasi saham, persekongkolan atau usaha patungan untuk mendapatkan laba. Kegiatan-kegiatan orang-orang yang mencari keuntungan dengan jalan demikian itu akhirnya menipu konsumen dan pengusaha kecil, menumbulkan kepanikan (di bursa saham), menyebabkan depresi industri dan pengangguran.
Hasrat untuk memperoleh keuntunganlah menyebabkan para “raja industri” takut akan kelebihan produksi, yang meskipun barang-barangnya sangat dibutuhkan oleh para konsumen, tetapi akan mengakibatkan harga-harga merosot lebih rendah dari tingkat harga laba maksimum. Untuk mencegah “kerugian” yang demikian itu para konglomerat biasa melakukan “sabotase kapitalistis”. Mereka memberhentikan para pekerja atau menutup pabrik pada saat harga merosot, dan dengan demikian mengekang produktivitas yang luar biasa dari proses mesin modern.
Veblen suka bicara tentang kaum konglomerat dengan bahasa dan sindiran seperti yang biasa di pakai kaum buruh. Pembatasan produksi yang dalam perekonomian uang memang biasa dilakukan oleh para raja industri menyebabkan para pekerja tetap miskin; apakah aneh jika para pekerja meniru cara-cara konglomerat itu untuk mendapatkan jaminan yang lebih baik dan meningkatkan upah mereka yang tidak mencukupi itu?
Dalam karyanya yang berjudul Absentee ownership and business enterprise in recent times (1923) jaringan pengendalian ketat terhadap perusahaan-perusahaan raksasa –yang dimungkinkan oleh bentuk badan usaha korporasi—diberinya gelar “one big union” –sebuah istilah yang semula dilancarkan oleh organisasi serikat buruh internasional (IWW) untuk merumuskan tujuan mereka sendiri. Dalam karyanya The engineers and the price system (1921) ia menegaskan hal itu dengan membedakan antara fungsi para insinyur dan ahli teknik –yaitu untuk meningkatkan produksi—dengan fungsi para pencari keuntungan yang mempekerjakan para insinyur dan para ahli teknik –yaitu mempermainkan harga dengan membatasi produksi.
Bagi Veblen konflik mendasar dalam kapitalisme bukan terjadi antara para pekerja dan para pemilik modal, seperti yang dikemukakan Marx, tetapi antara dorongan untuk berproduksi dengan dorongan untuk mencari laba, yang masing-masing merupakan komponen penting dalam sistem kapitalis. Bagi Veblen keinginan untuk berproduksi yang tidak didorong oleh keinginan untuk mendapatkan laba merupakan kecenderungan manusiawi yang alamiah,”suatu naluri kerja” tetapi yang sering dihambat oleh nafsu cari untung.
III
Veblen tidak berminat untuk membenahi kesalahan-kesalahan dan tidak memberikan saran-saran kebijakan khusus untuk memperbaiki keadaan. Seandainya ia hanya seorang “agitator” pengaruhnya tidak akan seluas ini. Sudah banyak orang lain yang menunjukkan ketidak-adilan sistem kapitalisme di jamannya; banyak sekali bukti-bukti yang memperkuat tuduhan terhadap kesalahan-kesalahan dunia bisnis dan keuangan dapat dijumpai dalam laporan-laporan komite kongres dan badan-badan penelitian lain. Namun maksud Veblen lebih dari itu.
Veblen melihat perbedaan yang amat mencolok antara perilaku nyata orang-orang yang hidup di bawah sistem kapitalisme dengan rumusan teori yang bagus dan logis yang membela sistem tersebut. Ajaran teori tersebut membelenggu pikiran orang, dan menghambat pengertian serta tindakan realistis yang akan memungkinkan teknologi modern mendatangkan manfaat yang besar bagi umat manusia. Oleh karena itu yang paling pokok ialah menggantikan ajaran teori yang telah mapan itu dengan konsep atau ajaran lain yang lebih cocok dengan kenyataan yang ada.
Menurut Veblen yang pertama-tama ialah bahwa apa yang disebut “ilmu ekonomi” sudah tidak cocok lagi dengan keadaan karena ilmu ekonomi tidak memperdulikan proses hukum evolusi. Masyarakat berubah dari waktu ke waktu; tidak ada satu sistem masyarakat yang permanen yang hukum-hukumnya “abadi” yang dapat diketahui dengan deduksi yang pasti. Memang, Karl Marx menulis tentang evolusi sosial tetapi teori sosialnya merupakan teori sosial pra-Darwin, sama seperti ilmu ekonominya pada hakekatnya adalah ilmu ekonomi klasik; masyarakat tidak berkembang melalui proses-proses yang sudah pasti harus demikian tidak dapat lain, menuju suatu tujuan yang sudah pasti yang sudah digariskan terlebih dahulu.
Suatu tata ekonomi tertentu harus difahami dalam pengertian pola budaya yang ada dan yang paling menonjol yang terdapat di dalamnya. Perilaku manusia dipengaruhi oleh struktur masyarakat dan sistem nilai yang sedang berlaku. Mempelajari tentang bagaimana semua hal itu terjadi, bagaimana struktur dan sistem nilai itu mempengaruhi perilaku masyarakat, dan apa akibatnya bagi masyarakat, itulah cara pendekatan ilmiah sejati. Veblen tersenyum pahit melihat nilai-nilai kebiadaban yang masih tetap melekat dalam masyarakat industri modern seprti tindakan perampokan yang dilakukan oleh raja-raja uang. Ia pun sangat terpesona oleh kenyataan bahwa perkembangan produksi dengan mesin yang demikian cepat, yang merupakan sumber sejati kesejahteraan masyarakat, justru memerlukan nilai-nilai yang sama sekali berbeda. Kontradiksi-kontradiksi ini merupakan masalah besar dalam masyarakat kita. Veblen tidak menunjukkan bagaimana hal tersebut dapat dipecahkan. Baginya tugas pokok seorang ilmuwan ialah secara gamblang menunjukkan kontradiksi-kontradiksi itu.
Sesuai dengan bidang keahliannya, maka dengan sendirinya Veblen menolak semua cerita khayal tentang “manusia ekonomi” –suatu “atom” manusia khayal dalam pasar persaingan bebas, suatu jenis manusia yang semata-mata didorong oleh keinginan untuk mengejar kepuasan dan menghindar dari penderitaan. Ilmu psikologi tidak mengenal manusia semcam itu, demikian juga sejarah dan sosiologi. Manusia ekonomi yang demikian itu tidak pernah ada dalam dunia nyata. Salah satu contoh menarik dari cara Veblen mentertawakan konsep ekonomi ialah apa yang ditulisnya sebagai berikut:
“Konsepsi manusia yang hedonis ialah konsep sebuah kalkulator yang berkelap-kelip yang menghitung-hitung susah dan senang, yang bergetar ibarat bulatan kecil menginginkan kebahagiaan di bawah tekanan dorongan-dorongan yang mendesaknya ke sana ke mari. Ia tidak berujung pangkal, terasing, tidak dapat berubah-ubah, yang berada dalam suatu keseimbangan yang stabil kecuali ada pukulan dari kekuatan-kekuatan yang membantingnya ke arah yang satu atau yang lain. Mandiri dalam ruangan yang sempit ia berputar secara simetris di sekitar sumbu rohaninya sendiri sampai tertekan oleh kekuatan yang menyebabkan ia berputar mengikuti garis resultan. Jika kekuatan yang menyebabkan ia berputar habis terpakai, maka ia berhenti kembali, menjadi satu bulatan mandiri penuh keinginan seperti semula”.
Pengaruh pikiran Veblen merambat tidak karena ia populer di kalangan orang banyak tetapi melalui dampaknya terhadap pikiran orang yang pada gilirannya mampu mempengaruhi orang lain. Ia tidak mempunyai pengikut yang terkenal yang secara menyeluruh menyebar luaskan dan merinci ajaran-ajarannya; ajaran-ajarannya tidak pernah termuat di dalam buku-buku teks. Tetapi sejak saat ia menulis, ilmu ekonomi Amerika , --termasuk mereka yang membela perusahaan-perusahaan raksasa Amerika sekalipun—keadaanya sudah banyak berubah. Para pembela kapitalisme dewasa ini lebih menekankan hasil-hasil teknis yang dicapai dan produktivitas yang tinggi, dan sudah tidak membanggakan keseimbangan yang otomatis terjamin seperti yang diandaikan terjadi dalam sistem persaingan bebas. Para penulis masalah-masalah ekonomi hampir tidak ada lagi yang tidak memperhatikan –atau paling tidak menyebutkan—lembaga-lembaga dan nilai-nilai sosial yang sedang berlaku.
IV
Veblen dilahirkan di Wisconsin, salah seorang dari 9 bersaudara dari keluarga petani yang berasal dari Norwegia. Tidak lama setelah ia lahir keluarganya pindah ke Minesota. Di sana Veblen masuk Carleton College pada usia 20 tahun dan lulus dalam waktu tiga tahun. Minatnya yang utama ialah filsafat yang kemudian di dalaminya di Universitas Johns Hopkins and Yale. Walaupun ia memiliki kemampuan yang luar biasa, ia tidak berhasil mendapat pekerjaan sebagai dosen. Selama tujuh tahun ia kembali ke desa, tetapi sambil terus belajar sendiri dengan membaca dan merenung. Kemudian ia mencoba melamar sekali lagi di Universitas Cornell sebagai mahasiswa tingkat sarjana, dengan maksud memperdalam ilmu ekonomi.
Salah seorang guru besarnya, seorang ahli ekonomi bernama J. Laurence Laughlin, diminta menjadi guru besar ilmu ekonomi di Universitas Chicago yang baru saja di dirikan, dan Veblen dicarikan pekerjaan di universitas itu sebagai peneliti. Selama menetap beberapa tahun di Chicago sebagai staf di fakultas itu, Veblen menghasilkan banyak karya tulis dan menjadi terkenal karenanya. Tetapi karena Universitas selalu mengalami kesulitan-kesulitan dengan pandangan-pandangan dan tingkah lakunya yang eksentrik, ia dianjurkan untuk pindah ke Universitas Stanford. Di sana sikapnya dalam pergaulan dan tingkah lakunya sama saja, maka tak lama kemudian ia disarankan untuk menerima satu-satunya tawaran kerja yang ada –dari Universitas Missouri. Tetapi ia lebih tidak betah di sana dan dengan demikian berakhirlah karier sebagai dosen.
Veblen beberapa lama bekerja di Badan Urusan Pangan di Washington, menjadi salah seorang editor Dial Magazine, dan pada awal tahun 1920-an diajak bergabung dengan staf pengajar di New School for Social Research di New York yang baru dibuka. Di sana ia memberi kuliah bagi para mahasiswa yang berminat karena keharuman namanya, tetapi suaranya demikian kecil sehingga tak bisa di dengar di belakang ruangan kelas, sementara banyak yang mendengarnya tidak mengerti apa yang dikatakannya. Pada tahun 1929, pada saat orang-orang yang disindirnya seperti para raja uang, para spekulan dan kaum monopolis besar terjerumus dalam depresi besar, Veblen meninggal dunia pada usia 72 tahun.** (Sumber: Soule, George. “Ideas of the great economists”)